Wednesday, November 20, 2013

Alternatif itu Bukan Pilihan Pertama


Secara literal, alternatif berarti pilihan lain apabila pilihan utama tidak dapat dilakukan atau gagal.
Setiap kali saya membaca, menonton, mendengarkan iklan alternatif, selalu ada perasaan campur aduk antara sedih, marah, dan kecewa. Saya sedih karena orang awam yang datang berobat ke praktek alternatif dengan penuh harap dan keluar biaya yang tidak sedikit harus dilayani oleh terapis yang dasar pendidikannya tidak seragam dan ilmunya hanya coba-coba. Saya marah pada terapisnya karena menjanjikan hal-hal yang tidak masuk akal, termasuk kesembuhan 100% (emangnya ente Tuhan?). Saya kecewa karena dinas atau instansi terkait (dinas pariwisata terkait iklan, dinas kesehatan terkait ijin praktek, komisi penyiaran indonesia terkait iklan di media televisi, dll) terkesan diam saja tak ada penertiban.
Coba kita bandingkan medis dan alternatif dari beberapa hal,
  1. Pendidikan: medis atau dokter sekolah 6-7 tahun, mempelajari seluk beluk tubuh manusia, mulai sel sampai organ dan sistem organ, mempelajari obat dan interaksinya, mempelajari dosis yang aman, bahkan seandainya pasien meninggal pun kita masih bisa mencari penyebabnya dengan otopsi. Sedangkan terapis alternatif, gelarnya bisa S.H, S. Pd, ustadz, K.H, drs., bahkan dukun ahli jampi-jampi ada yang belum bisa baca tulis. Jauh beda kan sama dokter? Terapis berasal dari latar pendidikan yang berbeda, tidak ada kolegium, tidak ada seminar untuk memperbaharui ilmu, sakitnya apa obatnya sama, pasien meniggal paling cuma disuruh sabar.
  2. Dasar pengobatan: kalangan medis atau dokter setiap bulannya selalu ada ilmu terbaru yang menjadi dasar teori untuk kemudian dilakukan penelitian pada binatang supaya bisa menjadi obat yang berguna di masa depan. Terapi alternatif? Herbal alami turunan dari nenek moyang di India atau China yang tanpa dasar teori.
  3. Sterilitas: Kuman itu ada dimana-mana, di tangan kita, di udara, di baju kita, dsb. Kita para dokter pasti menggunakan obat yang steril dari pabrik farmasi yang terpercaya dan disetujui oleh BPOM. Sementara terapi alternatif, terutama yang menggunakan obat untuk diminum atau diteteskan, saya yakin 100% tidak melalui uji sterilitas yang baku. Berterima kasihlah anda pada asam lambung, karena cairan ini luar biasa hebatnya mampu membunuh hampir semua kuman yang masuk bersama makanan dan minuman, tetapi bagaimana dengan tetes mata klinik India?
  4. Undang-undang: Jelas setiap kegiatan kalangan kesehatan diatur dalam Undang-undang dan bila melanggar itu hukumannya jelas. Terapi alternatif? Kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, paling pasiennya disuruh ke dokter juga. Bisa dituntut? Belum pernah dengar tuh ada terapis dituntut karena malpraktik.
  5. Kolegium: dokter, dokter gigi ataupun kalangan kesehatan lain seperti bidan dan perawat punya kolegium seperti IDI (Ikatan Dokter Indonesia), PDGI (persatuan Dokter Gigi indonesia), PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) dan IBI (Ikatan Bidan Indonesia). Bila terjadi sesuatu bisa dilacak riwayat tenaga kesehatan tersebut di kolegiumnya. Pengurusan ijin praktek pun ada syarat yang jelas. Terapis? Ada yang cukup dengan doa dan air putih, ada yang menggunakan setrum, ada yang menggunakan air, ada yang menggunakan ramuan, ada yang menggunakan pijat dan totok, apa bisa dibentuk kelogium kalau dasar pengobatannya saja sudah beda.
  6. Prosedur baku operasional: ini adalah poin penting bagi kalangan medis. Bila tidak sesuai dengan prosedur baku operasional dan terjadi sesuatu pada pasien, maka dipastikan itu malpraktek dan bisa dituntut. Terapis? Apa ada...?
  7. Iklan: terapis boleh pasang iklan dimana-mana. Dokter jelas tidak boleh karena tidak etis.. kasihan ya dokter...

Dan masih banyak hal lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Saya bukan iri atau takut praktek tidak laku, tetapi ini adalah pembodohan masyarakat! Memanfaatkan kepercayaan masayarakat Indonesia yang tinggi pada mitos dan takhayul serta lemahnya hukum di negara kita, terapi alternatif yang tidak jelas beredar dimana-mana. Saya percaya pada terapi herbal, karena obat-obatan medispun pada awalnya berasal dari tumbuhan. Toh sekarang sudah ada obat-obatan herbal yang sudah terstandar bernama fitomedicine. Saya juga percaya sama beberapa chinese medicine yang telah terbukti melalui penelitian bisa menyembuhkan penyakit. Saya juga percaya manfaat bekam. Yang tidak bisa saya terima adalah janji yang muluk pada pasien tanpa dasar yang bisa dipertanggung jawabkan disertai iklan dimana-mana, kemudian bila tidak sembuh ujung-ujungnya disuruh ke dokter.
Pengalaman pribadi, saya pernah dapat pasien patah tulang telah direposisi oleh dukun sangkal putung, datang ke praktek dengan kondisi bengkak dan kata pasiennya untuk obatnya disuruh sang dukun mengunjungi dokter. WTF! Padahal reposisi tulang perlu bantuan rontgen. Si dukun pasti modal jampi dan penerawangan, terus ditarik deh itu tulang, hasilnya untung-untungan, bila sembuh promosi, gagal suruh pasien ke dokter.

Bijaklah dalam memilih terapi alternatif, konsultasikan penyakit anda terlebih dahulu pada dokter. Dan pesan untuk dinas ataupun instansi terkait praktek terapi alternatif, mohon dilakukan pemantauan yang semestinya, jangan diam saja.

.::mdap2013::.

1 comment:

About Me

My photo
Dokter Kandungan praktek di RSUD dr. Soetomo, RS William Booth Surabaya, RS WIjaya