Friday, September 21, 2012

Pengalaman Menjadi Suami Siaga (1)


Sudah lama saya tidak blogging...
Pertama-tama saya ucapkan syukur alhamdulillah saya telah berhasil menikahi pacar saya. Seorang wanita cantik, sederhana namun tegas, yang selalu bisa memotivasi saya.
Sejak menikah kami memutuskan untuk memprogram kehamilan karena kami harus magang sebagai dokter Internsip di Kabupaten Ngawi selama setahun. Dengan hitungan yang cermat dan diskusi, akhirnya kami memutuskan untuk memulai program pada pertengahan tahun 2012 dengan pertimbangan taksiran persalinan istri jatuh pada bulan Maret 2013 dimana kami sudah selesai Internsip dan Insya Allah melahirkan di Surabaya.


Kemudian dimulailah “acara” itu. Pada malam itu, pertengahan tahun 2012. Diawali dengan sholat sunnah 2 rokaat supaya jauh dari syaithon dan ditemani udara dingin yang membuat suasana sedikit romantis, kamipun –sorry, this part contents adult material. Blogger do not permit it–

Tujuh hari berlalu, kami berdua dilanda rasa cemas, terutama istri saya. Sebenarnya saya juga cemas, tapi kalo istri cemas dan suami ikut cemas, bisa-bisa paranoid. Oleh karena itu, sebagai suami yang baik, saya berusaha tampak lebih relaks dengan hati lebih cemas. Dalam hati saya selalu terngiang-ngiang “jadi nggak ya?” dan selalu saya alihkan dengan “Insya Allah jadi”. Sebagai suami yang suka ngenet, Google adalah situs yang sering saya buka dengan beberapa keyword, antara lain: “tanda-tanda awal kehamilan”; “ciri ibu hamil”; “telat menstruasi”, bertahun-tahun kenal Google, kayaknya baru kali ini saya pakai keyword itu. Ya walaupun kami berdua dokter, teori yang kami dapat di kuliah hanyalah untuk dokter mendiagnosa pasien. Yang kami cari adalah pengalaman dari para ayah/calon ayah dan ibu/calon ibu. Dan dari hasil pencarian om Google, saya lumayan tahu ibu hamil itu apa, bagaimana dan mengapa (udah tau sih kalo mengapa..).

Rasa cemas dan penasaran masih melanda, kamipun memutuskan untuk melakukan test pack kehamilan yang banyak dijual di apotik dan swalayan. Bahkan membeli test pack pun kami bingung, tiap merk test pack menonjolkan keunggulannya masing-masing. Ada yang punya slogan “Akurat hingga 99,9 % sejak tujuh hari berhubungan”, ada juga yang “Akurat hingga 99,99 %, sensitif terhadap kadar hCG minimal”, ada juga yang “Akurat hingga 99,9%-hasil dalam 1 menit”, seandainya ada yang “Akurat 100%, hasil 24 jam kemudian”,pasti saya beli yang ini. Akhirnya kami memilih salah satu test pack dengan harga yang agak mahal (katanya ada harga-ada rupa). Karena ini pengalaman pertama kami, petunjuk penggunaan test pack tersebut kami baca dengan cermat, dengan harapan hasilnya dua strip (agak maksa ya..). Setelah dirasa cukup membaca petunjuk penggunaan test pack tersebut, malam sebelum tidur kami melakukan persiapan. Istri saya minum air 3-4 gelas, supaya besok paginya bisa buang air kecil, sementara saya berdoa dan menyiapkan mental. Tidur...

Pagipun tiba, rasa cemas campur penasaran semakin menguat di benak kami berdua. Sebelum melakukan test, kami me-review petunjuk penggunaan test pack, berapa cc urin yang diperlukan, berapa lama stick dicelupkan dalam urin, setelah dicelup harus diapakan, dan berapa lama hasilnya keluar. Kami me-review singkat semuanya seperti mahasiswa akan ujian. Setelah dirasa cukup, dengan tekad yang bulat dan hati yang lapang, istri saya menuju ke kamar mandi dengan membawa cawan penampung, sementara saya siap di luar kamar mandi dengan stick di tangan dan jantung berdebar. Kemudian istri saya mengulurkan tangannya memberikan cawan yang berisi urin, dan saya berusaha dengan tenang memasukkan stick yang saya pegang sambil mengingat-ingat petunjuk yang kami baca. Sulit pemirsa. Learning by doing dengan rasa cemas dan jantung berdebar itu tidak gampang. Dari semua petunjuk, saya lupa menahan stick dalam urin selama 10 detik dan juga meletakkan stick dalam posisi horizontal.

Satu menit berlalu, keluar satu strip, dua menit berlalu, tetap satu strip, tiga menit, tetap satu strip. Sedih, kosong, hampa, itu yang kami rasakan pada hari itu. Saya tetap berusaha tegar, tenang dan berpikiran positif dengan khayalan-khayalan negatif. Sayapun berusaha melakukan mekanisme pembelaan ego proyeksi dengan mengatakan “tadi kayaknya celupnya kurang lama” dan “oia, lupa ga diposisikan horizontal”. Ya harapannya hasil negatif tadi memang karena masalah prosedural. Ternyata pengalaman menarik dengan test pack yang banyak saya baca di internet terjadi juga sama saya dan istri.

to be continued...

.::mdap2012::.

No comments:

Post a Comment

About Me

My photo
Dokter Kandungan praktek di RSUD dr. Soetomo, RS William Booth Surabaya, RS WIjaya